ASLAM Dan Sikap Santun Berorganisasi

“Ojo Adigang, Adigung, Adiguno.” 

Di atas adalah pepatah jawa yang sampai saat ini begitu dikenal luas di tengah masyarakat. Pepatah yang kurang lebih artinya “jangan merasa sok kuasa, jangan merasa paling mulia, dan jangan merasa paling berguna.”

Sebuah pepatah yang sangat selaras dengan apa yang sudah ditanamkan dan ditradisikan di Pondok Pesantren Al Islam. Salah satunya di panca tujuan, “Bermasyarakat dan menjadi warga negara yang baik.” Ini juga selaras dengan Panca Jiwa, “ukhuwah Islamiyyah.” Ukhuwah Islamiyah tidak akan terbentuk Ketika seseorang tidak bisa bermasyarakat dan menjadi warga negara yang baik. Keduanya tentu punya korelasi yang kuat.

Pondok Pesantren Al Islam sejak dulu menggaungkan dan menanamkan kesadaran tentang kepemimpinan kepada seluruh santri-santrinya. Bahkan hal ini kemudian diimplementasikan melalui peraturan-peraturan termasuk bagaimana mengelola organisasi santri ASLAM. Filosofi filosofi tentang kepemimpinan pun ditanamkan melalui tata kelola. Dengan begitu santri-santri bisa menjalankan ruh dari kepemimpinan secara tidak sadar melalui pembiasaan.

Dengan pembiasaan kepemimpinan melalui implementasi peraturan pada organisasi santri diharapkan santri-santri sadar dan lebih memahami bagaimana sikap yang seharusnya diambil. Bisa mengambil sikap bagaimana seharusnya saat “dipimpin” atau “memimpin”. Tak hanya siap menjadi imam namun juga siap menjadi makmum.

Dalam ungkapan Jawa disebutkan;

Ing ngarso sung tulodo ing madyo Mangun Karso Tut Wuri Handayani. (Ketika berada di depan memberikan contoh, ketika di tengah memberikan semangat, dan ketika di belakang tetap menjadi pengikut yang baik).

Begitulah sebagian makna dan semangat yang dikandung oleh sanggup dipimpin dan siap memimpin. Sebagaimana shalat jamaah, yang memungkinkan siapapun yang memang memiliki kecakapan dan kemampuan bisa memimpin dan saling berganti untuk kemudian saling mengisi. Maka filosofi sanggup dipimpin dan siap memimpin ini sudah sangat tepat untuk benar-benar ditanamkan kepada jiwa santri-santri Pondok Pesantren Al Islam.

BACA JUGA  Kenapa Di ASLAM Tidak Ada Sekretaris Dan Bendahara Bagian? Ini Alasannya

Mereka diharapkan nantinya bisa memiliki jiwa jiwa kepemimpinan yang tinggi. Tidak egois saat memimpin namun juga mampu menjadi pengikut yang baik saat dia dipimpin. Siap memberikan kontribusi baik saat menjadi pemimpin maupun saat dipimpin. Dari sinilah santri-santri pun belajar untuk menundukkan hatinya, mengurangi keegoisannya, dan mengerti situasi organisasi yang dipimpinnya.

Dari sinilah lahir kesantunan sikap dalam memimpin. Kesantunan untuk saling menghormati dan saling menghargai. Kesantunan dan kesadaran bahwa semuanya dalam proporsi yang sama dan setara. Tidak ada yang paling berperan atau paling berfungsi. Tidak ada yang memiliki jasa paling tinggi. Karena semuanya memiliki peran yang sama dalam sebuah organisasi. Yani kesatuan peran yang utuh dan satu sama lain saling berkaitan dan membutuhkan.

Karenanya di ASLAM senantiasa ditekankan bahwa organisasi itu satu visi, satu manajemen, satu langkah, dan satu gerakan. Semuanya menginduk pada kemajuan Pondok Pesantren Al Islam. Semuanya ditujukan untuk membangun Pondok Pesantren Al Islam menjadi lebih baik dan lebih baik lagi.

Dengan kerendahan hati dan kesadaran bahwa organisasi itu sifatnya dinamis, santri-santri diharapkan memiliki sifat andhap ashor dan memiliki akhlak yang baik. Mengerti dan sadar bagaimana “memanusiakan manusia”. Karenanya tak bosan-bosan Pendidik-pendidik yang ada di Pondok Pesantren Al Islam, senantiasa menekankan dan menanamkan kesadaran kepada santri-santri untuk senantiasa mengerti bahwa ada fa’il dan ada naibul fa’il. Mengerti kapan dia harus rofa, kapan dia harus nashab dan kapan dia harus jer. Mengerti kapan dia harus madhi, kapan dia harus mudhori’, atau mengerti kapan dia harus amr.

“Banyak pemimpin sekarang, yang meskipun dia manusia, tapi tidak faham manusia. Tak mengerti tentang manusia dan tidak memanusiakan manusia. Bahkan yang punya pangkat sedikit saja, sudah tidak mau mengerti manusia. Tidak seperti Kanjeng Nabi Muhammad, dia itu pemimpin manusia yang faham tentang manusia, mengerti terhadap manusia dan mau memanusiakan manusia.” (KH. Musthofa Bisri)

BACA JUGA  Kesan dan Pesan Hanik Mahliatussikah, Alumni 1992 Dengan Segudang Prestasi

Dalam perkembangannya Organisasi Santri Pondok Pesantren Al Islam ASLAM senantiasa dievaluasi dan ditingkatkan manajemen serta pengelolaannya. Diharapkan pengurus-pengurusnya juga output yang keluar dari dalamnya, bahkan lebih dari itu pembimbing-pembimbingnya juga semakin ingat esensi dari kepemimpinan dan bagaimana seharusnya bersikap dalam memimpin.

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*