Jelang harlah Pondok Pesantren Al-Islam ke-57, berbagai macam kegiatan dilaksanakan. Sesudah istighotsah bersama di kesempatan sebelumnya, pada MInggu, 19 Maret 2023 yang lalu, rombongan asatidz dan yayasan mengadakan ziarah makam para muassis Pondok Pesantren Al-Islam. Tak hanya muassis saja, namun makam beberapa tokoh seperti Kyai Ageng Muhammad Besari dan Raden Bethoro Katong juga diziarahi. Berikut ini adalah daftar lengkap makam yang saat itu bisa diziarahi;
- Makam Komplek Asrama Putra PP Al-Islam Joresan.
- Makam Komplek Masjid At-Thoyyib Joresan.
- Makam Desa Gandu ( KH Imam Syafaat, KH Muhsin, KH Syukroni)
- Makam Tegalsari ( Kyai Ageng Muhammas Besari)
- Komplek Makam Batoro Katong
- Makam Pondok Al-Iman Putra (KH. Mahfud Hakiem)
- Makam Kab. Nganjuk (KH. Asmu’i, KH Zaenal Arifin)
Tentu saja ini bukan tidak ada maksudnya. Sejarah berdirinya Pondok Pesantren Al-Islam sendiri sebenarnya jika ditarik garis lurus ke atas, maka akan ditemukan hubungan kuat antara para muassis juga para sesepuh yang dulunya “babat” wilayah Ponorogo. Apalagi trah para Pendiri sebagian bahkan nyambung. Salah satunya adalah trah Kyai Ageng Muhammad Besari yang sudah menyebar ke berbagai daerah. Beberapa di antaranya adalah Gontor, Gandu, Coper, dan Joresan. Daerah Joresan yang kemudian menjadi sesepuh yang babat adalah Mbah Thoyyib. Kyai Moh. Thoyyib generasi ketiga dari Kyai Ageng Mohammad Besari Tegalsari, dari jalur Kyai Haji M.Ishaq, Coper yang mengembangkan Islam di Joresan sekitar tahun 1800 an. Pengaruh beliau ini seperti halnya sebuah kunci yang membuka gerbang keislaman di wilayah Joresan. Kelak ini akan menjadi pijak kuat berdirinya Pondok Pesantren Al-Islam.
Termasuk juga Kyai Imam Syafaat Gandu yang juga pendiri namun juga masih trah Kyai Ageng Muhammad Besari. Sosok sederhana yang disegani. Sosok yang begitu rajin membaca al-Qur’an. Ini tentu menjadikan Pondok Pesantren Al-Islam adalah memiliki nasab keilmuan dengan Kyai Muhammad Besari yang secara tidak langsung diturunkan melalui himmah dan semangat pendiri Pondok Pesantren Al-Islam Joresan.
Sedangkan sejarah Gontor pun tak lepas dari adanya sejarah yang menyebutkan bahwa pada tahun 1873 – 1883, di mana Pondok Tegalsari ada di bawah kepemimpinan Kiai Kasan Kalipah, adik Kiai Kasan Anom sekaligus putra Kiai Kasan Besari. Sulaiman adalah santri yang yang berprestasi dan dekat dengan Kiai Kasan Kalipah. Kemampuannya yang melebihi rata-rata santri lain. Kiai Kasan Kalipah pun sayang padanya dan menikahkannya dengan putrinya. Dari sini, Sulaiman Jamal ini merupakan menantu dari Kiai Kasan Kalipah.
Kemudian Sulaiman Jamal, diberikan kepercayaan oleh mertuanya untuk membuka lahan pesantren sendiri di Desa Gontor. Kiai Sulaiman Jamal merintis pesantren Gontor bersama istrinya. Seiring waktu, pasangan suami istri dari Cirebon dan Tegalsari ini mendapat keturunan, Archam Anom Besari. Kiai Archam Anom Besari berputra Santoso Anom Besari. Cucu Kiai Sulaiman Jamal dinikahkan dengan Roro Sudarmi, kerabat Bupati Madiun Surodiningratan. Pengasuh Pesantren Gontor generasi ketiga ini mempunyai tujuh anak, yakni: Rohmat Sukarto, Sumijah Hardjodipuro, Sukatmi, Sumilah, Ahmad Sahal, Zainuddin Fanani, dan Imam Zarkasyi. Dan Imam Zarkasyi-lah yang kemudian melegenda namanya dengan keberhasilannya mengembangkan Pesantren Gontor menjadi pondok modern.
Nah, salah satu pendiri Pondok Pesantren Al-Islam, KH. Mahfudz Hakiem adalah salah satu santri jebolan Gontor yang sampai kini semangatnya disimpan di hati para asatidz. Nah, ini artinya nasab keilmuan juga nyambung dari sisi Pesantren Gontor.
Bahkan tak hanya Pondok Pesantren Al-Islam yang memiliki hubungan erat dengan Kyai Ageng Muhammad Besari, banyak pondok di Jawa yang juga punya hubungan erat dengan Kyai Ageng Muhammad Besari, seperti Pondok Lirboyo, Ploso, Jampes, Tremas, dan lain-lain masih mempunyai nasab sampai Tegalsari. Nasab keilmuan bahkan nasab trah. Lebih dari itu, Kiai Ageng Besari merupakan tokoh sepuh Ponorogo. Silsilah nasabnya luar biasa. Layak jika muslim Ponorogo khususnya merasa berhutang dan bersyukur kepada beliau. Kyai Ageng Muhammad Besari berasal dari keturunan Raja Brawijaya V dari Kerajaan Majapahit melalui jalur ayahnya, yaitu Kiai Anom Besari Caruban, Madiun. Sementara itu, dari garis keturunan ibunya, Nyai Anom Besari, Kiai Ageng Besari memiliki nasab yang berasal dari Sayyidati Fatimah Az-Zahra, cucu Rasulullah SAW.
Jika Kyai Ageng Muhammad Besari berperan pengembangan Islam di Ponorogo pada abad 17, maka sebelum itu ada Raden Bathoro Katong yang mengawali islamisasi di Ponorogo pada abad 15. Bathoro Katong menjadi utusan Raden Patah untuk menyebarkan agama Islam di Ponorogo saat Ki Ageng Kutu Suryangalam memberontak terhadap Raja Majapahit. Di bawah pengaruh kepemimpinan Ki Ageng Kutu, saat itu masyarakat banyak yang memeluk agama Hindu-Budha. Setelah berhasil mengalahkan Ki Ageng Kutu, Bathoro Katong kemudian mengajak masyarakat memeluk agama Islam. Dari sini jelas, bahwa jika saja Bathoro Katong tidak berhasil dalam dakwahnya mungkin warna islam di Ponorogo tidak akan seperti sekarang ini.
Dari sinilah salah satu alasan kenapa menjelang harlah Pondok Pesantren Al-Islam ke-57, rombongan melaksanakan ziarah wali. Selain tabarrukan atas ilmu yang memang nyambung juga merupakan ikhtiar bentuk rasa syukur kepada para pendiri dan sesepuh. Wujud menjaga niat baik dalam berkhidmat di Pondok Pesantren Al-Islam. Mengingatkan diri bahwa Al-Islam dibangun dengan dasar umat dan kebersamaan, maka pengelolaan pun haruslah dengan dasar umat dan kebersamaan.
Kagem sedaya muassis, kagem Kyai Ageng Muhammad Besari, kagem Raden Katong, lahum al-faatihah…
Kisah di atas dikompilasi dari banyak sumber. Apabila ditemukan kejanggalan, mohon berkenan konfirmasi melalui komentar. Terima kasih.
Leave a Reply