Mengharukan! Pendidikan Nyata Ustadz Wahyudiono

Ustadz Wahyudiono berkenan menjadi relawan untuk demonstrasi potong rambut demi menanamkan bagaimana potongan rambut yang baik dan benar bagi seorang santri. Bahkan, tanpa sengaja, sempat terjatuh dari kursi saat proses potong rambut berlangsung.

Uniknya, demontrasi ini diframe dengan drama ringan dadakan yang cukup membuat perut mules karenanya. Ustadz Wahyudiono yang berperawakan kecil, memerankan diri beliau sebagai santri baru asal papua. Dengan gaya bahasanya yang segar, ia benar-benar sukses memerankan santri yang datang ke tukang cukur (ustadz Syahrii), dan meminta gratisan potong rambut karena tidak membawa “sangu”.

Tak kalah dengan ustadz Wahyu, Ustadz Syahri pun memainkan peranannya sebagai seorang ustadz yang  bertugas untuk memotong rambut anak-anak.

“Umur kamu berapa?”, tanya ustadz Syahri.
“Nggeh.. standar santri baru,” jawab ust. Wahyu. Pelak, semua yang hadir tertawa. Secara semua tahu, ustadz Wahyu yang kini sudah cukup sepuh mengaku sebagai santri baru yang umurnya tak lebih dari 13 tahun.

“Rambutnya nggak boleh disemir lho ya?” saat ustadz Syahri melihat hampir semua rambut ustadz Wahyu beruban.
“Owwh…. maaf ustadz, kalau di Papua, orang biasanya pakai semir putih.

Geeerrrrrr. Semua santri tertawa lagi. Bagaimana bisa uban yang telah mewarnai rambut dikatakan sebagai semir.

“Kuping… kuping…. kuping….,” ustadz Wahyu sesekali bilang saat di potong rambutnya. Dengan ekspresi melas bercampur takut. Seakan tak pernah potong rambut. Hmm.. benar-benar kocak,

BACA JUGA  Kado Terindah Di Ulang Tahun ke-51

Belum lagi kaki ustadz Wahyu yang “ongkang-ongkang” memperlihatkan kalau kursinya ketinggian. Seakan menunjukkan tinggi ustadz Wahyu yang tak seberapa. Melihat ini, perut hadirin seakan dikocok. Benar-benar “ndagel”.

Ahhh,,,,, tak cukup saya tuliskan di sini untuk semua banyolan dadakan yang beliau-beliau buat. Tak ada yang tak tertawa, melihat ustadz Wahyu yang memainkan peran santri baru dengan begitu polos.

Namun, tersirat bagaimana beliau berkenan menjadi contoh demi memberikan edukasi nyata bagi santri, bagaimana sebaiknya dan seharusnya.

Allahumma shalli ‘ala sayyidina muhammad…..

Jazahullaah ahsanal jaza

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*